Bali Promotion Center

Bali Promotion Center
Bali Promotion Center Media Promosi Online

June 12, 2019

Sjamsul Nursalim BDNI


Sjamsul Nursalim , BLBI case 
Bank Indonesia Liquidity Assistance Case
Bank Dagang Nasional Indonesia - BDNI
BDNI Stockholder 
Meluruskan Sejarah Kebijakan Negara yang disepakati
 Empat Presiden RI 
perihal PKPS, SKL  R & D
 BLBI  1998 - 2004 yang disahkan 
dengan Inpres No. 8 / 2002 dan Tap MPR RI


Mantan Kepala BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung resmi dibebaskan secara hukum

MA Minta Harkat dan Martabat Syafruddin Arsyad Temenggung Dipulihkan




Berdasarkan dokumen dan fakta hukum, Sjamsul Nursalim telah menyelesaikan seluruh kewajiban pembayaran kembali fasilitas BLBI yang diterima BDNI dalam menghadapi krisis ekonomi 1998.

Pada September 1998, ia menyetujui tawaran pemerintah menyelesaikan kewajiban BLBI melalui skema Master Settlement Acquisition Agreement (MSAA). Kemudian BPPN mewakili Pemerintah menunjuk Ernst and Young (E/Y) sebagai financial advisor untuk melakukan financial due diligence (FDD) terhadap aset BDNI.

Financial Due Diligence dilakukan atas Neraca bank yang ditutup pemerintah pada Agustus 1998. Sebelumnya, bank ini diambil alih pemerintah melalui BPPN pada April 1998.

Berdasarkan FDD, Sjamsul Nursalim sebagai pemegang saham pengendali BDNI dinyatakan wajib melunasi kekurangan BLBI sebesar Rp 28 triliun. Pembayaran disepakati secara tunai Rp 1 triliun, sisanya berbentuk aset. Kewajiban dilunasi Sjamsul Nursalim dengan menyerahkan uang tunai dan aset dalam bentuk saham di 12 perusahaan.


Pada Mei 1999, pemerintah menyatakan MSAA itu sudah tuntas, sehingga Sjamsul Nursalim diberi hak imunitas atau tidak akan dituntut secara pidana terkait penyelesaian BLBI dan aturan perundangan-undangan perbankan.


Prof. Yusril Ihza Mahendra's Analysis About the policies and their implementations 

on the BLBI case






Simak Penjelasan Lawyer Otto Hasibuan dalam acara Indonesia Lawyers Club 




Audit investigasi BPK 2017 atas dugaan tindakan pindana korupsi dalam pemberian surat keterangan lunas BLBI dinilai tidak independen, objektif dan professional.

Akibatnya, hasil audit menjadi keliru dan bertentangan dengan audit BPK pada 2002 dan 2006 yang menyatakan tidak ada kerugian negara dalam pelaksanaan penyelesaian kewajiban pemegang saham bank penerima bantuan.

Baca juga: Mencari Jejak Sjamsul Nursalim di 7 Emiten Berikut Ini
“Auditor yang melakukan audit investigasi 2017 itu tidak melaksanakan prinsip independen, objektif dan professional dan inilah yang kami gugat,” kata Maqdir Ismail, kuasa hukum Sjamsul Nursalim kepada awak media, Rabu (19/6/2019).

Bersama pengacara senior Otto Hasibuan, Maqdir telah mengacukan gugatan melalui Pengadilan Negeri Tangerang, Banten, agar pengadilan membatalkan audit Investigasi BPK 2017 tersebut.

Baca juga: Gugatan Sjamsul Berdampak ke KPK
“Yang kami gugat itu bukan laporan BPK tetapi pada prosedur yang tidak mengikuti Undang-undang dan Peraturan BPK sendiri mengenai Standar Pemeriksaaan Keuangan Negara,” lanjutnya.

Audit tersebut, tuturnya, hanya menggunakan satu sumber yaitu data dari hasil penyelidikan KPK. Auditor tidak pernah melakukan konfirmasi terhadap auditee (pihak yang bertanggung jawab atau yang diperiksa), dalam hal ini adalah Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan Sjamsul Nursalim.

Baca juga: Kasus Sjamsul Nursalim : Kuasa Hukum Terus Cari Celah
“Karena pelaksanaannya tidak sesuai dengan UU dan Peraturan yang berlaku, kami menggugat dan meminta pengadilan untuk menyatakan bahwa Audit BPK 2017 tidak berkekuatan hukum yang mengikat. Penentuan kerugian negara di laporan audit ini tidak bisa dipakai sebagai dasar dalam penyidikan SN,” paparnya.

Sementara Otto mengatakan, SKL yang diberikan pemerintah melalui BPPN pada April 2004 itu sebetulnya hanya untuk memberikan kepastian hukum, bukan tanda bahwa SN sebagai pemegang saham BDNI sudah melunasi kewajibannya.

Pelunasan kewajiban BLBI oleh SN telah berlangsung jauh sebelumnya yaitu pada Mai 1999, saat perjanjian Master Settlement Acquisition Agreement (MSAA) antara SN dengan pemerintah dinyatakan closing. Ini ditandai dengan pemberian surat release and discharge (R&D) pada tanggal yang sama dan ditangani oleh Menteri Keuangan saat itu Bambang Subianto, Kepala Deputi BPPN Farid Harianto dan SN.

Surat R&D ini memuat pernyataan bahwa pemerintah tidak akan memulai atau melakukan tuntutan hukum apapun terhadap dugaan pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dan BLBI.

Surat ini terdiri dua dokumen yaitu Shareholders Loan Release yang terakit dengan BMPK dan Liquidity Support Release terkait dengan BLBI.

Penandatangan R&D kemudian diikuti oleh Surat Pernyataan (Letter of Statement) yang dibuat SN dan BPPN pada 25 Mei 1999 di hadapan notaris Merryana Suryana dimana BPPN menyatakan bahwa transaksi yang tertera di dalam MSAA telah dilaksanakan oleh Syamsul Nursalim.

Dalam pernyatan ini, pemerintah juga berjanji dan menjamin untuk tidak menuntut SN dalam bentuk apapun, termasuk tidak melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan secara pidana.

“Berdasarkan hal tersebut, sudah sejak 21 tahun lalu pemerintah telah berjanji tidak akan menuntut SN secara pidana, dan kenapa tiba-tiba KPK sebagai bagian pemerintah mengabaikan perjanjian dengan menjadikan SN dan isterinya sebagai tersangka yang telah merugikan negara,” kata Otto.


Langkah KPK yang menjadikan SN sebagai tersangka telah dia nilai melanggar janji yang diberikan oleh pemerintah pada 20 tahun lalu. Namun sampai saat ini, belum ada satupun instansi pemerintah, termasuk Presiden yang bersuara terhadap kisruh SKL BLBI ini.

Pengacara Maqdir Ismail, selaku penasihat hukum Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim masih mempermasalahkan penetapan kliennya sebagai tersangka kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).

Maqdir beranggapan, pemanggilan kliennya sebagai tersangka bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Di sana disebutkan penetapan tersangka harus berdasar dua alat bukti dan pemeriksaan calon tersangka.

"Ini bukti bahwa KPK tidak menghargai hukum dan proses hukum," ujar Maqdir dalam keterangan tertulisnya, Jumat (14/6/2019).

Maka dari itu, Maqdir meminta KPK terbuka menunjukkan bukti-bukti bahwa Sjamsul Nursalim dan Itjih merugikan keuangan negara Rp 4,58 triliun.

Maqdir juga mempermasalahkan hasil audit investigasi BPK 2002 dan audit BPK 2006 yang sudah menyatakan kliennya telah menyelesaikan seluruh kewajibannya atas BLBI dan hal-hal terkait lainnya berdasarkan Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA).


Menurut Maqdir audit yang lebih dekat memiliki nilai pembuktian lebih tinggi yang seharusnya digunakan bila mengacu prinsip hukum pembuktian.


IBRA issued Debt Clearance Letters (SKL) to a number of Obligors of  Bank Indonesia Liquidity Assistance .

Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL) utang bagi para obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)



The Corruption Eradication Commission  KPK summons Sjamsul Nusrsalim and his wife, Itjih Nursalim, to probe into Bank Indonesia Liquidity Assistance (BLBI) corruption. KPK has summoned them twice , however Sjamsul Nursalim and his wife were in absentia.

"Sjamsul Nursalim and Itjih Nursalim are scheduled to be questioned to complete the files of suspect SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung/former Chairman of BPPN)," said the spokesperson of KPK, Febri Diansyah, to journalists, Monday (6/11).

Febri added that both of them were summoned to be questioned about clearance letters (SKL) on Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Sjamsul is known to be the major stockholder of BDNI. He had an obligation to the Indonesian Bank Restructuring Agency (BPPN).

Both of them are still in Singapore. On the other hand, KPK stated they will keep trying to deliver the investigation letter to cooperate with the local authority.

The Corruption Eradication Commission (KPK) has named Sjamsul Nursalim and his wife Itjih Nursalim suspects in a graft case pertaining to irregularities surrounding the disbursement of Bank Indonesia Liquidity Support known as BLBI.

Sjamsul Nursalim, the owner of Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), and his wife Itjih, were allegedly involved in the graft which caused Rp 4.58 trillion (US$321.52 million) in state losses, KPK deputy chairman Saut Situmorang said.

KPK deputy chairman Saut Situmorang said the new suspect naming was part of a new investigation related to the graft case against Syafruddin Arsyad Tumenggung, the former chairman of the Indonesian Bank Restructuring Agency (IBRA).

Syafrudin Arsyad Tumenggung was declared guilty and sentenced to 13 years in prison by the Jakarta Corruption Court last year for manipulating BDNI’s credit status in 2004. The verdict was also sustained by the Jakarta High Court, which increased the sentence to 15 years in prison and a fine of Rp 1 billion earlier this year.

The government, under the BLBI scheme, disbursed Rp 144.5 trillion ($10.69 billion) funds to 48 commercial banks during the Asian financial crisis of 1997-98.

Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) received Rp 28 trillion and was obliged to return Rp 4.8 trillion, but Syafruddin issued a letter releasing BDNI owner Sjamsul Nursalim from paying the remaining Rp 3.7 trillion.

KPK named Syafruddin as a suspects in alleged irregularities surrounding the disbursement of BLBI case On April 2017, He got detained on December 21, 2017. Then, the anti-graft body extended his detention period for 40 days, from January 9 until February 18.

Syafruddin allegedly issued a letter for Bank Dagang National Indonesia (BDNI) owner Sjamsul Nursalim freeing the latter from the obligation to pay Rp 3,7 trillion in debt owed to the government, the fund which disbursed under BLBI scheme.

In the beginning, Syafruddin has given clearance letter (SKL) to Sjamsul, which has issued based on Presidential Instruction No. 8/2002 on the grant of legal certainty to debtors who have settled their obligation or legal action to debtors who did not settle their obligation pursuant based on inspection of Shareholder Settlement Obligation (PKPS).

The presidential instruction was issued during former president Megawati Soekarnoputri period. There were also suggestions from some ministers at that time, among them Boediono as finance minister, Dorodjatun Kuntjaradjakti as coordinating minister for economic affairs, and Laksamana Sukardi as state-owned enterprises minister.

Based on the Presidential Instruction no 8/ 2002, A BLBI obligor was considered to have settled the debt, even though he has only paid 30 percent of the total shareholder liabilities in cash and 70 percent is paid with a certificate of proof of rights to IBRA.


Syafruddin has allegedly proposed SKL to be approved by the Financial Sector Policy Committee (KKSK) by making changes to litigation process of obligor obligations to restructure its asset transfer obligation by BDNI to IBRA amounting to Rp 4.8 trillion, which was part of BLBI.


Pembuatan MSAA, MRNIA maupun PKPS telah dilaporkan dan
disetujui oleh MPR melalui rekomendasi dari MPR dalam Ketetapan MPR
NO.VIfMPRf2002 dan ditindaklanjuti dengan Instruksi Presiden NO.8 tahun

2002 tertanggal 20 Desember 2002.

MSAA : Master Settlement and Acquisition
Agreement
 MRNIA : Master Refinancing and Note Issuance Agreement
Perjanjian Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham dan Akta
Pengakuan Utang (PKPSf APU).


Melalui Inpres No. 8/2002 , Presiden Megawati Soekarnoputri  
MENGINSTRUKSIKAN  Kepada:

1.              Menteri Negara Koordinator Bidang perekonomian selaku Ketua  Komite Kebijakan Sektor Keuangan;

2.              Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia;

3.              Para Menteri anggota Komite Kebijakan Sektor Keuangan;

4.              Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara;

5.              Jaksa Agung Republik Indonesia;

6.              Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia;

7.              Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional.


Untuk:

PERTAMA:

Mengambil langkah-langkah yang diperlukan bagi Penyelesaian Kewajiban Pemegang saham dalam rangka penyelesaian seluruh kewajibannya kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional berdasarkan perjanjian Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham, baik yang berbentuk MSAA, MRNIA, dan/atau Akta Pengakuan Utang/APU, dengan berpedoman pada kebijakan sebagai berikut:

1.              Kepada para Debitur yang telah menyelesaikan kewajiban Pemegang saham, baik yang berbentuk MSAA, MRNIA, dan/atau Akta Pengakuan Utang/APU, diberikan bukti penyelesaian berupa pelepasan dan pembebasan dalam rangka jaminan kepastian hukum sebagaimana diatur dalam perjanjian-perjanjian tersebut;

2.              Kepada para Debitur yang sedang melakukan penyelesaian sesuai dengan perjanjian Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham, baik yang berbentuk MSAA, MRNIA, dan/atau Akta Pengakuan Utang/APU, diberi kesempatan untuk terus dan secepatnya menyelesaikan kewajiban-kewajibannya dalam tenggang waktu yang ditetapkan oleh Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK);

3.              Kepada  para  Debitur  yang  tidak  menyelesaikan  atau  tidak bersedia menyelesaikan kewajibannya kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional baik dalam rangka MSAA, MRNIA, dan/atau Akta Pengakuan Utang/APU sampai dengan berakhirnya batas waktu yang ditelah ditetapkan oleh Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK), diambil tindakan hukum yang tegas dan konkret, yang dilaksanakan secara terkoordinasi antara Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Jaksa Agung Republik Indonesia;

4.              Dalam hal pemberian kepastian hukum sebagaimana dimaksud dalam angka 1 menyangkut pembebasan debitur dari aspek pidana yang terkait langsung dengan program Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham, yang masih dalam tahap penyelidikan, penyidikan dan/atau penuntutan oleh instansi penegak hukum, maka sekaligus juga dilakukan dengan proses penghentian penanganan aspek pidananya, yang pelaksanaannya tetap dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
   
KEDUA:

Pemberian bukti penyelesaian berupa pelepasan dan pembebasan sebagaimana dimaksud dalam diktum PERTAMA angka 1, dilakukan oleh Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional setelah mendapat persetujuan dari Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara.
   
KETIGA:

Melaksanakan Instruksi Presiden ini sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab dan melaporkan secara berkala atau sewaktu-waktu kepada Presiden.

Kasus BLBI dibuka kembali   


 KPK has reopened the Bank Indonesia Liquidity Support (BLBI) case involving Indonesian Bank Restructuring Agency (BPPN) chief Syafruddin Arsyad Temenggung. Temenggung was sentenced to 13 years in jail, which was increased to 15 years on appeal.

The panel of judges found Temenggung guilty of violating the law in relation to the BLBI scandal and causing financial losses to the state of 4.6 trillion rupiah as well as distributing state financial losses amounting to 4.5 trillion rupiah and thereby benefiting Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) owner Nursalim Sjamsul to the tune of 4.5 trillion rupiah. The panel of judges were convinced that Syafruddin’s actions were carried out together with Sjamsul and his wife Itjih Nursalim and former Finance Minister Dorodjatun Kuntjoro-Jakti.



Former Coordinating Minister for Economy, Finance and Industry, Rizal Ramli hopes his statement can open the veil of alleged corruption in the issuance of Debt Clearance Letters.



Coordinating Minister of Economics and Finance from 1999–2000, and Minister of National Development Planning from 2001-2004. Kwik Kian Gie  accounted for the chronology of the issuance of BLBI cases and Debt Clearance Letters during late 1998's and 2001 - 2004 in this video.  Minute 11 - 28:45

The Editor in Chief of InfoBank Eko Budi Supriyanto , Minute 31 - 45

Masalah dan kebijakan masa lalu dilihat dengan kacamata saat ini , tidak bisa dilakukan,
17 obligor sudah menandatangi PKPS dan peroleh SKL BLBLI , Release & Discharge penyelesaian di luar pengadilan Out of Court Settlement  harus dihormati, karena ini kebijakan negara bentuk kepastian hukum sesuai Instruksi dan disepakati oleh Empat Presiden
Presiden Soeharto
Presiden BJ  Habibie  
Presiden Gus Dur 
Presiden Megawati 
disahkan oleh Tap MPR 


Press Release on Sjamsul Nursalim by Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M. - Advokat

Press Release SJAMSUL NURSALIM



Smiling Ministry 
Spreading Good News, Press Release,  Editing , Translating Service  + Business promotion via Twitter.
Voluntary Donations :

Paypal kingoforchid2005@gmail.com
WhatsApp +6285737137351

Love & Respect,
Rudyanto Judomihardjo
Bank BCA 6130098876
@translatorbali



No comments: