Warga Antusias Ikuti Omed-Omedan
Denpasar (Antara Bali) - Ritual "omed-omedan" atau tarik-menarik antara pemuda dan pemudi di Banjar Kaja, Desa Sesetan, Kota Denpasar, Minggu mengundang antusiasme ribuan warga serta masyarakat pengunjung.
"Omed-omedan" yang selalu dilaksanakan di Jalan Raya Sesetan, di muka kantor Banjar Kaja, sehari setelah Nyepi itu diikuti teruna dan teruni Seka Teruna Dharma Kerti. Kegiatan itu telah dipersiapkan sejak beberapa hari sebelumnya. Pada hari "Ngembak Geni" ini, upacara persembahyangan bagi teruna-teruni dilakukan sebelum "omed-omedan" dimulai.
Puluhan peserta yang terdiri dari pemuda dan pemudi banjar itu dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok lelaki dan perempuan yang dijaga oleh puluhan anggota panitia.
"Yang boleh ikut harus yang masih belum menikah dan asli banjar sini," kata Putu Ayu, salah satu peserta.
Sebagai salah satu tanda kesertaan, pemuda dan pemudi diberikan kaus putih bertuliskan nama paguyuban mereka dan mengenakan kain di bagian bawah. Selesai persembahyangan, mulailah mereka diarahkan ke arena acara, yaitu Jalan Raya Sesetan, yang saat itu ditutup untuk kepentingan tradisi itu.
Sorak-sorai pengunjung dan penonton selalu terdengar setiap pasangan demi pasangan dipertemukan di depan Kantor Banjar Kaja itu. Apalagi siraman air dari selang dan ember selalu disemprotkan panitia kepada pasangan-pasangan itu, yang tidak jarang mengenai pengunjung yang berdiri di dekat arena.
Siraman air tiada henti hingga membuat basah kuyup siapa saja yang terkena memang selalu terjadi dalam ritual "omed-omedan" ini. Suasana menjadi sangat ribut terutama jika diketahui pasangan yang dipertemukan itu adalah sepasang kekasih.
"Penentuan pasangannya tidak diserahkan kepada peserta, tapi panitia yang melakukan hal itu. Dulu pemuda dan pemudinya memang dipertemukan tidak dengan cara dipanggul, belakangan ini dipanggul supaya penonton bisa melihat," kata salah satu anggota panitia.
Pada masa lalu, "omed-omedan" yang berasal dari kata "med-medan" atau "paid-paidan" yang bermakna saling tarik antara lelaki dan perempuan, selalu dilaksanakan pada saat Nyepi.
Namun, sejak 1979 Pemerintah Daerah Bali menyatakan pada hari raya Nyepi tidak diperkenankan mengadakan keramaian, sehingga tradisi unik ini digelar sehari setelah Nyepi, yaitu pada hari "Ngembak Geni".
"Med-medan" ini juga sempat ditiadakan, namun kemudian diadakan kembali saat ada peristiwa aneh. Menurut kisah, dua babi yang tidak diketahui asal-usulnya berkelahi di halaman pura banjar.
Perkelahian dua babi itu sangat lama hingga keduanya mengeluarkan darah, akan tetapi tiba-tiba babi-babi itu menghilang tanpa jejak. Sejak adanya peristiwa aneh itu, maka hingga sekarang "med-medan" pun selalu digelar kembali.(*)
Bali has got a lot of unique traditions which could not be found in other regions in Indonesia. One of those unique traditions is the " Omed-omedan " which we could only find in Banjar Kaja, Sesetan Denpasar. This unique tradition has been passed down from generation to generations long before the Dutch colonization era. As one of the Balinese culture heritage, rich with artistic and cultural value, bonded with the togetherness and sacred values, Omed-omedan remains preserved by the Krama / community of the Banjar Kaja especially by the youth group / Sekaa Teruna Teruni ( STT ) Satya Dharma Kerti. Omed-omedan held annually at Tahun Baru Saka ( penanggal kaping siki Sasih Kadasa ) or a day after the " Nyepi ". The Balinese community often call this day as the " Ngembak Geni " day.
"Omed-omedan" yang selalu dilaksanakan di Jalan Raya Sesetan, di muka kantor Banjar Kaja, sehari setelah Nyepi itu diikuti teruna dan teruni Seka Teruna Dharma Kerti. Kegiatan itu telah dipersiapkan sejak beberapa hari sebelumnya. Pada hari "Ngembak Geni" ini, upacara persembahyangan bagi teruna-teruni dilakukan sebelum "omed-omedan" dimulai.
Puluhan peserta yang terdiri dari pemuda dan pemudi banjar itu dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok lelaki dan perempuan yang dijaga oleh puluhan anggota panitia.
"Yang boleh ikut harus yang masih belum menikah dan asli banjar sini," kata Putu Ayu, salah satu peserta.
Sebagai salah satu tanda kesertaan, pemuda dan pemudi diberikan kaus putih bertuliskan nama paguyuban mereka dan mengenakan kain di bagian bawah. Selesai persembahyangan, mulailah mereka diarahkan ke arena acara, yaitu Jalan Raya Sesetan, yang saat itu ditutup untuk kepentingan tradisi itu.
Sorak-sorai pengunjung dan penonton selalu terdengar setiap pasangan demi pasangan dipertemukan di depan Kantor Banjar Kaja itu. Apalagi siraman air dari selang dan ember selalu disemprotkan panitia kepada pasangan-pasangan itu, yang tidak jarang mengenai pengunjung yang berdiri di dekat arena.
Siraman air tiada henti hingga membuat basah kuyup siapa saja yang terkena memang selalu terjadi dalam ritual "omed-omedan" ini. Suasana menjadi sangat ribut terutama jika diketahui pasangan yang dipertemukan itu adalah sepasang kekasih.
"Penentuan pasangannya tidak diserahkan kepada peserta, tapi panitia yang melakukan hal itu. Dulu pemuda dan pemudinya memang dipertemukan tidak dengan cara dipanggul, belakangan ini dipanggul supaya penonton bisa melihat," kata salah satu anggota panitia.
Pada masa lalu, "omed-omedan" yang berasal dari kata "med-medan" atau "paid-paidan" yang bermakna saling tarik antara lelaki dan perempuan, selalu dilaksanakan pada saat Nyepi.
Namun, sejak 1979 Pemerintah Daerah Bali menyatakan pada hari raya Nyepi tidak diperkenankan mengadakan keramaian, sehingga tradisi unik ini digelar sehari setelah Nyepi, yaitu pada hari "Ngembak Geni".
"Med-medan" ini juga sempat ditiadakan, namun kemudian diadakan kembali saat ada peristiwa aneh. Menurut kisah, dua babi yang tidak diketahui asal-usulnya berkelahi di halaman pura banjar.
Perkelahian dua babi itu sangat lama hingga keduanya mengeluarkan darah, akan tetapi tiba-tiba babi-babi itu menghilang tanpa jejak. Sejak adanya peristiwa aneh itu, maka hingga sekarang "med-medan" pun selalu digelar kembali.(*)
Bali has got a lot of unique traditions which could not be found in other regions in Indonesia. One of those unique traditions is the " Omed-omedan " which we could only find in Banjar Kaja, Sesetan Denpasar. This unique tradition has been passed down from generation to generations long before the Dutch colonization era. As one of the Balinese culture heritage, rich with artistic and cultural value, bonded with the togetherness and sacred values, Omed-omedan remains preserved by the Krama / community of the Banjar Kaja especially by the youth group / Sekaa Teruna Teruni ( STT ) Satya Dharma Kerti. Omed-omedan held annually at Tahun Baru Saka ( penanggal kaping siki Sasih Kadasa ) or a day after the " Nyepi ". The Balinese community often call this day as the " Ngembak Geni " day.
The word Omed-omedan derives from the word " Omed " ( according to the Bali Indonesian dictionary ), which literally means " pull ", so the word Omed-omedan can be interpreted as pulling each other. The Omed-omedan tradition is often misunderstood as an activity identical with the kissing in public. That is why Krama / the community of the Banjar Sesetan insist to refuse the accusation, because Balinese people normally respect the social values in the society and assuming that kissing in public is such an inappropriate to be conducted. It never happens before and it will never be, and there is no such idea that suggest to do that kind of activities. The Omed-omedan tradition in fact is a way for the youth to express their joy and happiness on the Ngembak Geni day as well as an opportunity to socialize with others. ( according to the book " Med-Medan, tradisi unik dari Sesetan " by I Made Munggah )
Reportedly a unique occurrence took place as the Omed-omedan tradition was forbidden, a hubbub voice of two pigs fighting ferociously was suddenly heard. Then they suddenly disappeared . Until now nobody knows where these pigs came from or who owned them. After the people of Banjar Kaja performed a spiritual ritual at the Pura Banjar, then they got an answer ( from someone who was being in trance ) that Omed-omedan represents the will of the Deities of the Pura Banjar and shall be held annually ( as narrated by the penglingsir Puri Oka, I Gusti Ngurah Oka Putra )
There are several functions and values of the Omed-omedan tradition :
There are several functions and values of the Omed-omedan tradition :
- To show respect to the ancestors and to Ida Hyang Widhi ( God Almighty ).
- As a way to socialize for the people of Banjar Kaja through the concept of sharing and taking care of each other.
- To keep the harmonious relationship in the society without neglecting the social values.
- To keep the solidarity and the unity in the society through the concept of giving and taking care of each other in any circumstances. (gotong royong)
- As an entertainment for the community after holding the Catur Brata Penyepian ( Hari Raya Nyepi )
- Help to develop the economy of the community at Banjar Kaja by preserving and maintaining the Omed-omedan tradition as the one of the unique tourism attractions in Bali.
Happy New year 2011
No comments:
Post a Comment