Sjamsul Nursalim , BLBI case
Bank Indonesia Liquidity Assistance Case
Bank Dagang Nasional Indonesia - BDNI
BDNI Stockholder
Indonesian government, under the BLBI scheme, disbursed Rp 144.5 trillion ($10.69 billion) funds to 48 commercial banks during the Asian financial crisis of 1997-98.— Bali Promotion Center ⭐️⭐️❤️⭐️⭐️ (@translatorbali) June 13, 2019
Sjamsul Nursalim , BLBI case
BDNI stands for Bank Dagang Nasional Indonesia https://t.co/ujIE3yv7P9 pic.twitter.com/rgQYHqxo8x
Meluruskan Sejarah Kebijakan Negara yang disepakati
Empat Presiden RI
Empat Presiden RI
perihal PKPS, SKL R & D
BLBI 1998 - 2004 yang disahkan
dengan Inpres No. 8 / 2002 dan Tap MPR RI
Mantan Kepala BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung resmi dibebaskan secara hukum
MA membebaskan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung.— Bali Promotion Center ⭐️⭐️❤️⭐️⭐️ (@translatorbali) July 11, 2019
Hakim meminta agar jaksa mengeluarkan Syafruddin Arsyad Temenggung. dari tahanan, mengembalikan segala barang bukti kepadanya. serta memulihkan hak dan martabat Syafruddin Arsyad Temenggung.pic.twitter.com/6mEDwcdBSj
MA Minta Harkat dan Martabat Syafruddin Arsyad Temenggung Dipulihkan
Simak Penjelasan Lawyer Otto Hasibuan dalam acara Indonesia Lawyers Club
The Indonesian Chamber of Commerce @KADIN_Indonesia and Indonesian Employers' Association #Apindo Worry about the Future of the Tax Amnesty https://t.co/1FfD9niram— Bali Promotion Center ⭐️⭐️❤️⭐️⭐️ (@translatorbali) July 6, 2019
Kadin dan Apindo Khawatir Masa Depan Tax Amnesty https://t.co/FAnumhHMLO pic.twitter.com/vR6fXO5w69
Audit BPK 2017 tak independen, keliru dan bertentangan dengan audit BPK 2002 dan 2006 yg menyatakan tidak ada kerugian negara dalam pelaksanaan penyelesaian kewajiban pemegang saham BDNI— Bali Promotion Center ⭐️⭐️❤️⭐️⭐️ (@translatorbali) June 27, 2019
SIARAN PERS KPK Panggil Tersangka BLBI https://t.co/JHnpao3Moy …
https://t.co/0V3vlHSIeo
Kebijakan masa lalu tidak bisa dilihat dengan kacamata saat ini.— Bali Promotion Center ⭐️⭐️❤️⭐️⭐️ (@translatorbali) June 14, 2019
PKPS dan SKL,Release & Discharge penyelesaian di luar pengadilan Out of Court Settlement harus dihormati, karena ini kebijakan negara ini kepastian hukum InfoBank https://t.co/z1O34pFK6Uhttps://t.co/nsBRh5P4jV
Berdasarkan
dokumen dan fakta hukum, Sjamsul Nursalim telah menyelesaikan seluruh kewajiban pembayaran
kembali fasilitas BLBI yang diterima BDNI dalam menghadapi krisis ekonomi
1998.
Pada September 1998, ia menyetujui tawaran
pemerintah menyelesaikan kewajiban BLBI melalui skema Master Settlement
Acquisition Agreement (MSAA). Kemudian BPPN mewakili Pemerintah menunjuk Ernst and Young (E/Y) sebagai financial advisor untuk melakukan financial due
diligence (FDD) terhadap aset BDNI.
Financial Due Diligence dilakukan atas Neraca bank yang
ditutup pemerintah pada Agustus 1998. Sebelumnya, bank ini diambil alih
pemerintah melalui BPPN pada April 1998.
Berdasarkan FDD, Sjamsul Nursalim sebagai pemegang saham
pengendali BDNI dinyatakan wajib melunasi kekurangan BLBI sebesar Rp 28
triliun. Pembayaran disepakati secara tunai Rp 1 triliun, sisanya berbentuk
aset. Kewajiban dilunasi Sjamsul Nursalim dengan menyerahkan uang tunai dan aset dalam bentuk
saham di 12 perusahaan.
Pada Mei 1999, pemerintah menyatakan MSAA
itu sudah tuntas, sehingga Sjamsul Nursalim diberi hak imunitas atau tidak akan dituntut
secara pidana terkait penyelesaian BLBI dan aturan perundangan-undangan
perbankan.
Prof. Yusril Ihza Mahendra's Analysis About the policies and their implementations
on the BLBI case
Simak Penjelasan Lawyer Otto Hasibuan dalam acara Indonesia Lawyers Club
Mantan Menkeu Bambang Subianto Era Habibie :Sjamsul Nursalim Tidak Bisa DituntutDua dokumen tersebut telah disampaikan kepada dirinya saat itu dan membenarkan Sjamsul Nursalim tidak bisa dituntut lagi.— Bali Promotion Center ⭐️⭐️❤️⭐️⭐️ (@translatorbali) June 14, 2019
Tidak bisa dituntut lagi SN, (R&D) bahasa awamnya sudah beres @jokowi https://t.co/gJGXavTj16 pic.twitter.com/5UW70dlb3W
Kekeliruan Perhitungan Aset BDNI Bukan Salah Sjamsul Nursalim— GlobalnewsHub (@Globalnews222) June 28, 2019
https://t.co/onJQekGaI0 …
PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) perusahaan tidak ada keterkaitan dengan taipan Sjamsul Nursalim,@gm_gm @hotradero @prastow @h3ru_h @KemenkeuRI @KPK_RI @sailasalsabil @kirekswasta @ABSetyono pic.twitter.com/7h4LQT5jQQ
Audit investigasi BPK 2017 atas dugaan tindakan pindana
korupsi dalam pemberian surat keterangan lunas BLBI dinilai tidak independen,
objektif dan professional.
Akibatnya, hasil audit menjadi keliru dan bertentangan
dengan audit BPK pada 2002 dan 2006 yang menyatakan tidak ada kerugian negara
dalam pelaksanaan penyelesaian kewajiban pemegang saham bank penerima bantuan.
Baca juga: Mencari Jejak Sjamsul Nursalim di 7 Emiten Berikut
Ini
“Auditor yang melakukan audit investigasi 2017 itu tidak
melaksanakan prinsip independen, objektif dan professional dan inilah yang kami
gugat,” kata Maqdir Ismail, kuasa hukum Sjamsul Nursalim kepada awak media,
Rabu (19/6/2019).
Bersama pengacara senior Otto Hasibuan, Maqdir telah
mengacukan gugatan melalui Pengadilan Negeri Tangerang, Banten, agar pengadilan
membatalkan audit Investigasi BPK 2017 tersebut.
Baca juga: Gugatan Sjamsul Berdampak ke KPK
“Yang kami gugat itu bukan laporan BPK tetapi pada
prosedur yang tidak mengikuti Undang-undang dan Peraturan BPK sendiri mengenai
Standar Pemeriksaaan Keuangan Negara,” lanjutnya.
Audit tersebut, tuturnya, hanya menggunakan satu sumber
yaitu data dari hasil penyelidikan KPK. Auditor tidak pernah melakukan
konfirmasi terhadap auditee (pihak yang bertanggung jawab atau yang diperiksa),
dalam hal ini adalah Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan Sjamsul
Nursalim.
Baca juga: Kasus Sjamsul Nursalim : Kuasa Hukum Terus
Cari Celah
“Karena pelaksanaannya tidak sesuai dengan UU dan
Peraturan yang berlaku, kami menggugat dan meminta pengadilan untuk menyatakan
bahwa Audit BPK 2017 tidak berkekuatan hukum yang mengikat. Penentuan kerugian
negara di laporan audit ini tidak bisa dipakai sebagai dasar dalam penyidikan
SN,” paparnya.
Sementara Otto mengatakan, SKL yang diberikan pemerintah
melalui BPPN pada April 2004 itu sebetulnya hanya untuk memberikan kepastian
hukum, bukan tanda bahwa SN sebagai pemegang saham BDNI sudah melunasi
kewajibannya.
Pelunasan kewajiban BLBI oleh SN telah berlangsung jauh
sebelumnya yaitu pada Mai 1999, saat perjanjian Master Settlement Acquisition
Agreement (MSAA) antara SN dengan pemerintah dinyatakan closing. Ini ditandai
dengan pemberian surat release and discharge (R&D) pada tanggal yang sama
dan ditangani oleh Menteri Keuangan saat itu Bambang Subianto, Kepala Deputi
BPPN Farid Harianto dan SN.
Surat R&D ini memuat pernyataan bahwa pemerintah
tidak akan memulai atau melakukan tuntutan hukum apapun terhadap dugaan
pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dan BLBI.
Surat ini terdiri dua dokumen yaitu Shareholders Loan
Release yang terakit dengan BMPK dan Liquidity Support Release terkait dengan
BLBI.
Penandatangan R&D kemudian diikuti oleh Surat
Pernyataan (Letter of Statement) yang dibuat SN dan BPPN pada 25 Mei 1999 di
hadapan notaris Merryana Suryana dimana BPPN menyatakan bahwa transaksi yang
tertera di dalam MSAA telah dilaksanakan oleh Syamsul Nursalim.
Dalam pernyatan ini, pemerintah juga berjanji dan
menjamin untuk tidak menuntut SN dalam bentuk apapun, termasuk tidak melakukan
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan secara pidana.
“Berdasarkan hal tersebut, sudah sejak 21 tahun lalu
pemerintah telah berjanji tidak akan menuntut SN secara pidana, dan kenapa
tiba-tiba KPK sebagai bagian pemerintah mengabaikan perjanjian dengan
menjadikan SN dan isterinya sebagai tersangka yang telah merugikan negara,”
kata Otto.
Langkah KPK yang menjadikan SN sebagai tersangka telah
dia nilai melanggar janji yang diberikan oleh pemerintah pada 20 tahun lalu.
Namun sampai saat ini, belum ada satupun instansi pemerintah, termasuk Presiden
yang bersuara terhadap kisruh SKL BLBI ini.
Pengacara Maqdir Ismail, selaku penasihat hukum Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim masih mempermasalahkan penetapan kliennya sebagai tersangka kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).
Maqdir beranggapan, pemanggilan kliennya sebagai
tersangka bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Di sana
disebutkan penetapan tersangka harus berdasar dua alat bukti dan pemeriksaan
calon tersangka.
"Ini bukti bahwa KPK tidak menghargai hukum dan
proses hukum," ujar Maqdir dalam keterangan tertulisnya, Jumat
(14/6/2019).
Maka dari itu, Maqdir meminta KPK terbuka menunjukkan
bukti-bukti bahwa Sjamsul Nursalim dan Itjih merugikan keuangan negara Rp 4,58
triliun.
Maqdir juga mempermasalahkan hasil audit investigasi BPK
2002 dan audit BPK 2006 yang sudah menyatakan kliennya telah menyelesaikan
seluruh kewajibannya atas BLBI dan hal-hal terkait lainnya berdasarkan Master
of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA).
Sjamsul Nursalim telah terikat pada janji pemerintah dalam surat Release and Discharge (R&D) tertanggal 25 Mei 1999 .SAT terkait dengan penghapusan hutang petambak dan SKL, di mana SN tidak terlibat sama sekali. Pasalnya, pada saat SAT belum menjadi Kepala BPPN @KPK_RI pic.twitter.com/EBVdDJHqZI— Bali Promotion Center ⭐️⭐️❤️⭐️⭐️ (@translatorbali) June 15, 2019
Menurut Maqdir audit yang lebih dekat memiliki nilai
pembuktian lebih tinggi yang seharusnya digunakan bila mengacu prinsip hukum
pembuktian.
IBRA issued Debt Clearance Letters (SKL) to a number of Obligors of Bank Indonesia Liquidity Assistance .
Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL) utang bagi para obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)
The Corruption Eradication Commission KPK summons Sjamsul Nusrsalim and his wife, Itjih Nursalim, to probe into Bank Indonesia Liquidity Assistance (BLBI) corruption. KPK has summoned them twice , however Sjamsul Nursalim and his wife were in absentia.
"Sjamsul
Nursalim and Itjih Nursalim are scheduled to be questioned to complete the
files of suspect SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung/former Chairman of
BPPN)," said the spokesperson of KPK, Febri Diansyah, to journalists,
Monday (6/11).
Febri
added that both of them were summoned to be questioned about clearance letters
(SKL) on Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Sjamsul is known to be the major stockholder of BDNI. He had an obligation to the Indonesian Bank
Restructuring Agency (BPPN).
Both
of them are still in Singapore. On the other hand, KPK stated they will keep
trying to deliver the investigation letter to cooperate with the local
authority.
The Corruption Eradication Commission (KPK) has named
Sjamsul Nursalim and his wife Itjih Nursalim suspects in a graft case
pertaining to irregularities surrounding the disbursement of Bank Indonesia
Liquidity Support known as BLBI.
Sjamsul Nursalim, the owner of Bank Dagang Nasional Indonesia
(BDNI), and his wife Itjih, were allegedly involved in the graft which caused
Rp 4.58 trillion (US$321.52 million) in state losses, KPK deputy chairman Saut
Situmorang said.
KPK deputy chairman Saut Situmorang said the new suspect
naming was part of a new investigation related to the graft case against
Syafruddin Arsyad Tumenggung, the former chairman of the Indonesian Bank
Restructuring Agency (IBRA).
Syafrudin Arsyad Tumenggung was declared guilty and
sentenced to 13 years in prison by the Jakarta Corruption Court last year for
manipulating BDNI’s credit status in 2004. The verdict was also sustained by the
Jakarta High Court, which increased the sentence to 15 years in prison and a
fine of Rp 1 billion earlier this year.
The government, under the BLBI scheme, disbursed Rp 144.5
trillion ($10.69 billion) funds to 48 commercial banks during the Asian
financial crisis of 1997-98.
Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) received Rp 28
trillion and was obliged to return Rp 4.8 trillion, but Syafruddin issued a
letter releasing BDNI owner Sjamsul Nursalim from paying the remaining Rp 3.7
trillion.
KPK named Syafruddin as a suspects in alleged irregularities surrounding the disbursement of BLBI case On April 2017, He got detained on December 21, 2017. Then, the anti-graft body extended his detention period for 40 days, from January 9 until February 18.
KPK named Syafruddin as a suspects in alleged irregularities surrounding the disbursement of BLBI case On April 2017, He got detained on December 21, 2017. Then, the anti-graft body extended his detention period for 40 days, from January 9 until February 18.
Syafruddin allegedly issued a letter for Bank Dagang
National Indonesia (BDNI) owner Sjamsul Nursalim freeing the latter from the
obligation to pay Rp 3,7 trillion in debt owed to the government, the fund
which disbursed under BLBI scheme.
In the beginning, Syafruddin has given clearance letter
(SKL) to Sjamsul, which has issued based on Presidential Instruction No. 8/2002
on the grant of legal certainty to debtors who have settled their obligation or
legal action to debtors who did not settle their obligation pursuant based on
inspection of Shareholder Settlement Obligation (PKPS).
The presidential instruction was issued during former
president Megawati Soekarnoputri period. There were also suggestions from some
ministers at that time, among them Boediono as finance minister, Dorodjatun
Kuntjaradjakti as coordinating minister for economic affairs, and Laksamana
Sukardi as state-owned enterprises minister.
Based on the Presidential Instruction no 8/ 2002, A BLBI obligor was
considered to have settled the debt, even though he has only paid 30 percent of
the total shareholder liabilities in cash and 70 percent is paid with a
certificate of proof of rights to IBRA.
Syafruddin has allegedly proposed SKL to be approved by
the Financial Sector Policy Committee (KKSK) by making changes to litigation
process of obligor obligations to restructure its asset transfer obligation by
BDNI to IBRA amounting to Rp 4.8 trillion, which was part of BLBI.
Mantan Menkeu Bambang Subianto, mantan Ketua (BPPN) Glenn Muhammad Surya Yusuf dan mantan Wakil Ketua BPPN, Farid Harianto mengakui telah memberikan Release & Discharge pemberian Pembebasan dan Pelepasan dari tuntutan hukum terhadap Sjamsul Nursalim, mantan Pemegang Saham BDNI. pic.twitter.com/kQvVjPO55O— Bali Promotion Center ⭐️⭐️❤️⭐️⭐️ (@translatorbali) June 12, 2019
Pembuatan MSAA, MRNIA maupun PKPS telah dilaporkan dan
disetujui oleh MPR melalui rekomendasi dari MPR dalam
Ketetapan MPR
NO.VIfMPRf2002 dan ditindaklanjuti dengan Instruksi
Presiden NO.8 tahun
2002 tertanggal 20 Desember 2002.
MSAA : Master Settlement and Acquisition
Agreement
MRNIA : Master Refinancing and Note Issuance Agreement
Perjanjian Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham dan Akta
Pengakuan Utang (PKPSf APU).
Melalui Inpres No. 8/2002 , Presiden Megawati Soekarnoputri
MENGINSTRUKSIKAN Kepada:
1.
Menteri Negara Koordinator Bidang perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan;
2.
Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia;
3.
Para Menteri anggota Komite Kebijakan Sektor Keuangan;
4.
Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara;
5.
Jaksa Agung Republik Indonesia;
6. Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia;
7.
Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional.
Untuk:
PERTAMA:
Mengambil langkah-langkah yang diperlukan bagi
Penyelesaian Kewajiban Pemegang saham dalam rangka penyelesaian seluruh kewajibannya
kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional berdasarkan perjanjian Penyelesaian
Kewajiban Pemegang Saham, baik yang berbentuk MSAA, MRNIA, dan/atau Akta
Pengakuan Utang/APU, dengan berpedoman pada kebijakan sebagai berikut:
1. Kepada
para Debitur yang telah menyelesaikan kewajiban Pemegang saham, baik yang
berbentuk MSAA, MRNIA, dan/atau Akta Pengakuan Utang/APU, diberikan bukti
penyelesaian berupa pelepasan dan pembebasan dalam rangka jaminan kepastian
hukum sebagaimana diatur dalam perjanjian-perjanjian tersebut;
2.
Kepada para Debitur yang sedang melakukan penyelesaian sesuai dengan
perjanjian Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham, baik yang berbentuk MSAA,
MRNIA, dan/atau Akta Pengakuan Utang/APU, diberi kesempatan untuk terus dan
secepatnya menyelesaikan kewajiban-kewajibannya dalam tenggang waktu yang
ditetapkan oleh Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK);
3.
Kepada para Debitur
yang tidak menyelesaikan
atau tidak bersedia menyelesaikan
kewajibannya kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional baik dalam rangka MSAA,
MRNIA, dan/atau Akta Pengakuan Utang/APU sampai dengan berakhirnya batas waktu
yang ditelah ditetapkan oleh Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK), diambil
tindakan hukum yang tegas dan konkret, yang dilaksanakan secara terkoordinasi
antara Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia dan Jaksa Agung Republik Indonesia;
4.
Dalam hal pemberian kepastian hukum sebagaimana dimaksud dalam angka 1
menyangkut pembebasan debitur dari aspek pidana yang terkait langsung dengan
program Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham, yang masih dalam tahap
penyelidikan, penyidikan dan/atau penuntutan oleh instansi penegak hukum, maka
sekaligus juga dilakukan dengan proses penghentian penanganan aspek pidananya,
yang pelaksanaannya tetap dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
KEDUA:
Pemberian bukti penyelesaian berupa pelepasan dan
pembebasan sebagaimana dimaksud dalam diktum PERTAMA angka 1, dilakukan oleh
Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional setelah mendapat persetujuan dari
Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dan Menteri Negara Badan Usaha Milik
Negara.
KETIGA:
Melaksanakan Instruksi Presiden ini sebaik-baiknya dengan
penuh tanggung jawab dan melaporkan secara berkala atau sewaktu-waktu kepada
Presiden.
Kasus BLBI dibuka kembali
KPK has reopened the Bank Indonesia Liquidity Support (BLBI) case involving Indonesian Bank Restructuring Agency (BPPN) chief Syafruddin Arsyad Temenggung. Temenggung was sentenced to 13 years in jail, which was increased to 15 years on appeal.
The panel of judges found Temenggung guilty of violating the law in relation to the BLBI scandal and causing financial losses to the state of 4.6 trillion rupiah as well as distributing state financial losses amounting to 4.5 trillion rupiah and thereby benefiting Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) owner Nursalim Sjamsul to the tune of 4.5 trillion rupiah. The panel of judges were convinced that Syafruddin’s actions were carried out together with Sjamsul and his wife Itjih Nursalim and former Finance Minister Dorodjatun Kuntjoro-Jakti.
Former Coordinating Minister for Economy, Finance and Industry, Rizal Ramli hopes his statement can open the veil of alleged corruption in the issuance of Debt Clearance Letters.
Coordinating Minister of Economics and Finance from 1999–2000, and Minister of National Development Planning from 2001-2004. Kwik Kian Gie accounted for the chronology of the issuance of BLBI cases and Debt Clearance Letters during late 1998's and 2001 - 2004 in this video. Minute 11 - 28:45
The Editor in Chief of InfoBank Eko Budi Supriyanto , Minute 31 - 45
Masalah dan kebijakan masa lalu dilihat dengan kacamata saat ini , tidak bisa dilakukan,
17 obligor sudah menandatangi PKPS dan peroleh SKL BLBLI , Release & Discharge penyelesaian di luar pengadilan Out of Court Settlement harus dihormati, karena ini kebijakan negara bentuk kepastian hukum sesuai Instruksi dan disepakati oleh Empat Presiden
Presiden Soeharto
Presiden BJ Habibie
Presiden Gus Dur
Presiden Megawati
disahkan oleh Tap MPR
The Editor in Chief of InfoBank Eko Budi Supriyanto , Minute 31 - 45
Masalah dan kebijakan masa lalu dilihat dengan kacamata saat ini , tidak bisa dilakukan,
17 obligor sudah menandatangi PKPS dan peroleh SKL BLBLI , Release & Discharge penyelesaian di luar pengadilan Out of Court Settlement harus dihormati, karena ini kebijakan negara bentuk kepastian hukum sesuai Instruksi dan disepakati oleh Empat Presiden
Presiden Soeharto
Presiden BJ Habibie
Presiden Gus Dur
Presiden Megawati
disahkan oleh Tap MPR
Press Release on Sjamsul Nursalim by Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M. - Advokat
Press Release SJAMSUL NURSALIM
Penetapan Sjamsul Nursalim (SN) dan istrinya, Itjih Nursalim (IN), sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), telah mengingkari perjanjian yang dibuat Pemerintah dengan warga negaranya. @KPK_RI https://t.co/VqP0NFOrca … https://t.co/tlx7A40WOj— Bali Promotion Center ⭐️⭐️❤️⭐️⭐️ (@translatorbali) June 12, 2019
It is a violation of due process to brand them as suspects when Indonesia’s President decree, Ministry of Finance, IBRA & BPK confirmed that Mr Nursalim fulfilled all of their obligations under an agreement with the Indonesian government in 1999 in R & D under the MSAA agreement https://t.co/rEdSULbOlj— Bali Promotion Center ⭐️⭐️❤️⭐️⭐️ (@translatorbali) June 12, 2019
Para konglomerat yang terjerat kasus penyelewengan dana BLBI mendapatkan surat perintah R&D dari Kejagung. Sjamsul, selaku pemilik (BDN, menjadi salah satu obligor penerima surat pengampunan tersebut setelah meneken MSAA tgl 21 September 1998.Sjamsul peroleh surat R&D 25 Mei 1999 pic.twitter.com/FnhwKOmnmb— Bali Promotion Center ⭐️⭐️❤️⭐️⭐️ (@translatorbali) June 12, 2019
KPK harus menghormati seluruh perjanjian yang sudah dibuat,kebijakan R&D didasari oleh Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 yang diteken Presiden Megawati Soekarnoputri. @KPK_RI KPK telah mengingkari perjanjian buatan pemerintah sendiri. pic.twitter.com/7V0lbBviJ9— Bali Promotion Center ⭐️⭐️❤️⭐️⭐️ (@translatorbali) June 12, 2019
Smiling Ministry
Spreading Good News, Press Release, Editing , Translating Service + Business promotion via Twitter.
Voluntary Donations :
Paypal kingoforchid2005@gmail.com
WhatsApp +6285737137351
Love & Respect,
Rudyanto Judomihardjo
Bank BCA 6130098876
@translatorbali
No comments:
Post a Comment